MAKALAH REUMATOID ARTRITIS
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis
Reumatoid (AR) salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu penyakit
otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai
oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non
spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi
(kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat
pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor
mulai dari genetik (keturunan) sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah
satu teori nya adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran
darah ke membran yang berada disekitar sendi.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko
terkena nya artritis reumatoid adalah;
• Jenis Kelamin àPerempuan
lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
• Umur à Artritis
reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini
juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
• Riwayat Keluarga àApabila
anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda
kemungkinan besar akan terkena juga.
• MerokokàMerokok dapat
meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai
berikut;
• Nyeri sendi
• Pembengkakan sendi
• Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
• Tangan kemerahan
• Lemas
• Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar
30 menit
• Demam
• Berat badan turun
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah
dibeberapa sendi dalam waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi
kecil seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam
perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut,
panggul, rahang dan leher.
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaaan darah rutin. Orang dengan RA pemeriksaan rasio sedimen eritrosit
(ESR) cenderung meningkat, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya proses
peradangan dalam tubuh. Pemeriksaan darah lain yang biasa nya dilakukan adalah
pemeriksaan antibodi seperti faktor rheumatoid dan anti-CCP.
Selain itu juga dapat dilakukan analisa cairan
sendi. Dokter anda akan mengambil cairan sendi dengan menggunakan jarum steril,
lalu cairan sendi akan dianalisa apakah terdapat peningkatan kadar leukosit
atau tidak dan juga dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit rematik lainnya.
Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat
progesifitas penyakit RA. Dari hasil foto dapat dilihat adanya kerusakan
jaringan lunak maupun tulang. Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas
dan kerusakan sendi jangka panjang.
Tata Laksana
Penyakit rheumatoid arthritis tidak dapat
disembuhkan. Tujuan dari pengobatan adalah mengurangi peradangan sendi untuk
mengurangi nyeri dan mencegah atau memperlambat kerusakan sendi. Secara umum
pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian obat-obatan dan operasi.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat
diberikan;
• NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID)
dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini
mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu
yang lama.
• Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti
prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan
memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan
hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang
efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius.
• Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk
pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk
memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak
disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin,
metotreksat salazopirin, dan garam emas.
Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian
obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi.
Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak.
Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon,
sinovektomi.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani,
rheumatismos, yang berarti mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir
dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri.
Beberapa penelitian menunjukkan memang ada perubahan struktur mucine sendi
(mukopolisakarida, asam hialuronat) pada beberapa jenis penyakit reumatik,
sehingga istilah yang telah agak lama dipakai itu agaknya masih sesuai sampai
saat ini.
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada
sistem muskuloskeletal disebut reumatik, termasuk penyakit jaringan ikat
(penyakit kolagen). Sedangkan istilah artritis, umumnya dipakai bila sendi
merupakan tempat utama penyakit reumatik.
Reumatologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit
sendi, termasuk penyakit artritis, fibrositis, bursitis, neuralgia dan kondisi
lainnya yang menimbulkan nyeri somatik dan kekakuan.
Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit
sendi yang seringkali memberikan gejala yang hampir sama. Oleh karena itu
pendekatan diagnostik sangat diperlukan agar didapatkan diagnosis yang tepat,
sehingga pasien akhirnya memperolah penatalaksanaan yang adekuat. Perlu diingat
pula bahwa gangguan reumatik dapat merupakan manifestasi artikular berbagai
penyakit dan sebaliknya beberapa penyakit reumatik mempunyai manifestasi
ekstra-artikular pada berbagai organ]
BAB II
REUMATOID ARTRITIS
2.1. Definisi
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit
inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah
poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh
organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah
penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada
umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala
konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non
artikular lainnya.
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya
peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit,
kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan
bergerak.
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas,
pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat artritis, timbul
inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit
autoimun.14
Manifestasi tersering penyakit ini adalah
terserangnya sendi yang umumnya menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang
adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan
deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.16
2.2. Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang
telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua
ras dan kelompok etnik.
Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1
persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen).15 Artritis Reumatoid
lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar
3:1.7 Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang
Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia
pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita
mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan 600.000 pria.
2.3. Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum
diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1
untuk menderita penyakit ini.8
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan
sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon
estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini.8
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan
penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai
oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil
dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak
menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau
endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius
yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau
virus.8,10
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok
protein berukuran sedang (60 sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh
spesies sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat
hubungan antara HSP dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui
dengan jelas.10
2.4. Patogenesis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa
patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada
membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang
terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau
makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama
dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut
membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen
trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada
permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada
reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya
mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung
terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti
gamma-interferon, tumor necrosis factor b ¬¬¬(TNF-b), interleukin-3 (IL-3),
interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi
sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh
IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai,
antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi
secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi
sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a.
Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan
permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear
(PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran
sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah
peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN
dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan
disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan
menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator
yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan
bantuan IL-1 dan TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan
terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan
tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada
struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus.10
Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi
terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor
reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri,
sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya
pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam
arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial
akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan
elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan
granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular
dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan
rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai
kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.7
2.5. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan
pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran
klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah,
anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian
hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi
perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan
sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam:
dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit
ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi
di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur
penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,
subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa
adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada
kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan
yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis
rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa
olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan;
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat
lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit
yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis
reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung
(perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Tangan
Berlainan dengan persendian distal
interphalangeal (DIP) yang relatif jarang dijumpai, keterlibatan persendian
pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan
neck deformities akibat fleksi kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi DIP
serta boutonniere akibat fleksi PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat
kontraktur otot serta tendon fleksor dan interoseus merupakan deformitas
patognomonik yang banyak dijumpai pada AR
Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis,
pada AR juga dapat dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekana
nervus medianus yang terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami
sinovitis sehingga menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang,
nervus ulnaris yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan
dengan mekanisme yang sama.
AR dapat pula menyebabkan terjadinya
tenosinovitis akibat pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang
dapat menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat
menyebabkan terjadinya erosi tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur tendon
yang terlibat.
Panggul
Karena sendi panggul terletak jauh di dalam
pelvis, kelainan sendi panggul akibat AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan
dini. Pada keadaan dini keterlibatan sendi panggul mungkin hanya dapat terlihat
sebagai keterbatasan gerak yang tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan
tertentu seperti saat mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi
rawan sendi telah terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih
cepat dibandingkan gangguan pada persendian lainnya.
Lutut
Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah
dideteksi pada pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat
menyebabkan terbentuknya kista Baker.
Kaki dan Pergelangan Kaki
Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan
pergelangan kaki merupakan gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan
pergelangan kaki merupakan struktur yang menyangga berat badan, keterlibatan
ini akan menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat dibandingkan
dengan keterlibatan ekstremitas atas. Peradangan pada sendi talonavikularis
akan menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas
berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue tibialis
posterior dapat pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga tarsalis
(tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala parestesia pada telapak kaki.
2.6. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai
adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan
gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis
reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat
prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih
dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis
infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya
inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat
terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya
simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi
pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian
terjadi penyempitan sendi dan erosi.
2.8. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam diagnosis dari rheumatoid arthritis adalah suatu
pertemuan antara dokter dan pasien. Dokter meninjau sejarah gejala, meneliti
radang sendi dan kelainan bentuk, kulit untuk rheumatoid nodules, dan bagian
tubuh untuk radang. Tes darah tertentu dan X-ray sering berlaku. Diagnosis akan
berdasarkan pola gejala, yang mendistribusikan radang sendi, dan temuan dari
darah dan x-ray. Beberapa kunjungan mungkin diperlukan sebelum dokter dapat
menentukan diagnosis. Distribusi radang sendi adalah hal penting bagi dokter
dalam membuat diagnosis. Dalam rheumatoid arthritis, sendi kecil tangan,
pergelangan tangan, kaki, dan lutut yang biasanya meradang dalam distribusi
simetris (mempengaruhi kedua sisi tubuh). Bila hanya satu atau dua sendi yang
radang, diagnosis rheumatoid arthritis akan semakin sulit. Dokter mungkin akan
melakukan tes lainnya yang akan kita diskusi pada gambarberikutnya.
Setelah
diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah
segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan
keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan
yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk
tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya
dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan
terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis
3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak,
dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi
dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya
baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka
efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan
penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya
segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila
respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena
harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang
lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari.
Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman
penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut
enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu,
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat
diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai
remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini
dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya
nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja
sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan
setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300
mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis,
stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD.
Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium
tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu
kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan
dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika
diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi
tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia,
dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan
dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering
ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula
kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg
setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang
ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam
penelitian.
f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan
artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti
vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam
dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat
sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja,
yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya,
infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.3
4. Riwayat Penyakit alamiah
Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi.
Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat
monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya akan mengalami
remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit
ini sepanjang hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang
singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang
progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada
setiap eksaserbasi.12
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa
dengan pengobatan yang digunakan saat ini, sebagian besar pasien AR umumnya
akan dapat mencapai remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik pada 5 atau
10 tahun pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut, umumnya pasien akan mulai
merasakan bahwa remisi mulai sukar dipertahankan dengan pengobatan yang biasa
digunakan selama itu. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien sukar
mempertahankan ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang lama,
timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat DMARD yang
menurun dengan berjalannya waktu atau karena timbulnya penyakit lain yang
merupakan komplikasi AR atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan persoalan
yang banyak diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai obat
yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic therapy (DC-ART).9
5. Rehabilitasi pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk
mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara:1
• Mengurangi rasa nyeri
• Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan
gerak sendi
• Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
• Mencegah terjadinya deformitas
• Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
• Mempertahankan kemandirian sehingga tidak
bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara
antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan
menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan
ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR
telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dalam penatalaksanaan AR.
Bagian lain
tubuh, selain sendi, yang dipengaruhi oleh rheumatoid radang dirawat secara
individual. Sjogren's syndrome (seperti yang dijelaskan di atas, melihat gejala) dapat membantu
dengan air mata buatan dan kelembaban kamar di rumah atau kantor anda. Obat tetes mata,
cortisporine ophthalmic drops (Restasis), juga tersedia untuk membantu mata
kering pada orang-orang yang terpengaruh. Tetap check-up mata dan antibiotik
awal untuk pengobatan infeksi mata adalah penting. Radang otot
(tendinitis), bursae (radang kandung lendir), dan rheumatoid nodules dapat
disuntik dengan cortisone. Peradangan lapisan dari jantung dan/atau paru-paru
atau mungkin memerlukan obat oral cortisone dosis tinggi.
6. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan
tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan
pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki
deviasi ulnar, dan sebagainya.
2.9. Artritis Reumatoid Juvenilis
Anak-anak dapat terkena AR seperti orang dewasa.
Di Amerika Serikat 13,9/ 100.000. Terdapat tiga subtipe AR juvenilis bila
dipandang dari awitan gejalanya.
Awitan sistemik (penyakit still) mengenai sekitar
20% dari semua kasus. Anak laki-laki dan perempuan terserang dalam jumlah yang
sebanding. Bentuk ini dapat terjadi pada setiap usia. Sesuai dengan namanya
penyakit ini melibatkan berbagai sistem organ, namun disamping itu juga
mengakibatklan poliartritis klinik. Subtipe ini memiliki prognosis terburuk
dari antara ketiga tipe dan dapat menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan.
Awitan poliartikular bertanggung jawab atas
sekitar 40% dari semua kasus. Anak perempuan diserang dengan rasio 2:1 bila
dibandingkan dengan anak laki-laki, dan bentuk ini juga dapat terjadi pada
semua umur. Lima atau lebih sendi terserang pada saat yang bersamaan tetapi
biasanya hanya mengkibatkan kelainan ekstra artikular yang tidak berat. Bentuk
ini memiliki prognosis yang lebih baik daripada awitan sistemik, tetapi dapat
juga menyebabkan keterlambatan pertumbuhan.
Awitan pausiartikular bertanggung jawab atas
kira-kira 40 dari semua kasus. Anak perempuan yang diserang dengan rasio 6:1
bila dibandingkan dengan laki-laki. Bentuk ini biasanya terjadi sebelum usia 6
tahun. Tidak lebih dari 4 sendi akan diserang, dan biasanya tidak ada atau
jarang terjadi kelainan ekstra-artikular. Bentuk ini memiliki prognosis yang
paling baik dari ketiga bentuk.
Penatalaksanaan artritis reumatoid juvenilis
serupa dengan penatalaksanaan penyakit ini pada orang dewasa, tetapi ada
beberapa perbedaan penting. Beberapa obat yang dipakai untuk orang dewasa tidak
boleh diberikan pada anak-anak. Kortikosteroid sistemik dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan, osteoporosis dan katarik. Beberapa obat
imunosupresif dapat menekan fungsi sumsum tulang, sterilitas, dan keganasan
pada anak-anak.
BAB III
Kesimpulan
1. Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit
autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan
sinovial.
2. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang
dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik.
Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu
makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi.
3. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang
yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat
menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit
ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan
produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan
gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita.
4. Meskipun prognose untuk kehidupan penderita
tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai.
5. Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan
mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit
tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan
peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki
deformaitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I,
Ed.III, hal. 536-539. Jakarta: Media Aeculapius.
Daud. R. dan Adnan H.M., 1996, Artritis Reumatoid
Dalam: Noer S. (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III. Hal. 62-70.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt, 2001, Buku
Saku Neurologi, Edisi V, hal. 232, Jakarta: EGC.
Michael A. Carter, 1995, Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2, Edisi IV, hal.
Nasution, Artritis Reumatoid, 1996, Aspek Genetik
Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed.
III, hal 29-36. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Peter E. L., 2000,Arthritis Rheumatoid, Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, ed XIII, vol.4, hal 1840-1847,
Jakarta:EGC.
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi:
Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2. Ed. II. Hal 410-441. Jakarta: EGC.
Randall King, MD., 2003, Rheumatoid Arthritis, http://www.emedicine.com