Vrydag 12 April 2013

KARAKTER MALARIA

DISTRIBUSI KARAKTER GEJALA MALARIA, SIMTOMATIS DAN ASIMTOMATIS TERHADAP YANG POSITIF MALARIA FALCIPARUM DAN MALARIA VIVAX



Kata Kunci : malaria vivax dan malaria falciparum, cross sectional, gejala malaria asimtomatis dan simtomatis
Abstrak
Papua merupakan daerah endemis tinggi malaria yang meimiliki prevalensi malaria 18.4 %, dibanding prevalensi malaria nasional 2.58 %. Oleh karena itu kegiatan penemuan penderita malaria sedini mungkin perlu dilakukan untuk memutus penyebaran malaria. Penemuan penderita dilakukan secara pasif dan aktif. Penelitian ini bertujuan melihat distribusi malaria falciparum dan malaria vivax di enam desa distrik supiori barat. Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional. Populasi yang dipilih adalah semua golongan umur di enam desa distrik supiori barat, sedangkan sampel yang dipilih adalah masyarakat yang datang pada kegiatan MBS malaria dengan menggunakan metode non-random accidental sampling (752 sampel). Data diambil menggunakan metode wawancara (aloanamnesis, autoanamnesis) dan pemeriksaan sediaan darah tebal malaria dan diolah secara manual dan komputer. Analisis menggunakan tabel univariat dan bivariat dengan manual komputer. Kesimpulan penelitian sebanyak 91,84 % merupakan malaria asimtomatik, terdiri dari malaria vivax asimtomatis sebanyak 28,57 % dan malaria falciparum asimtomatis 63,27 %.
DISTIBUTION OF CHARACTERISTIC MALARIA SYMTOMATIC AND ASYMTOMATIC TOWARDS FALCIPARUM MALARIA POSITIF AND VIVAX MALARIA
IN MALARIA MBS AT SIX VILLAGES SUPIORI BARAT DISTRICT, SUPIORI, PAPUA, 15-20 JANUARY 2010
Aldi Bestary Situngkir MD **
Key word : vivax malaria and falciparum malaria, cross sectional, asymptomatic malaria and symptomatic
** : PTT doctor at Puskesmas Sabar Miokre West Supiori District
Abstract
Papua is the hyperendemic malaria area which have malaria’s prevalence 18,4 %, compare with national malaria prevalence 2,58 %. Because of that, surveillance people who were infected malaria must be done earlier to cut the malaria spread. Finding case malaria diseases are doing by actively and passively. The purpose of this research is finding the distribution of falciparum malaria and vivax malaria in six villages West Supiori District. This research was using cross-sectional approach method. The chosen population was all of age in the six villages West Supiori District, and sample picked from people who was came to MBS activity using non-random accidental sampling method, with interview method (alloanamnesis and autoanamnesis) and using thick blood films and the data was proceed by manual and computer. Then analyzed into unvariate and bivariate table manually and using computer. Conclusion Up to 91,84 % people suffered asymptomatic malaria, consist of vivax malaria asymptomatic 28,57 % and falciparum malaria asymptomatic 63,27 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Angka kesakitan dan kematian malaria di Indonesiadalam kurun waktu limatahun terakhir menunjukan tren menurun. Walaupun demikian kemungkinan besar penyakit ini meningkat bahkan hingga mewabah, oleh karena itu pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama rakyat miskin yang hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor : 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009.4
Penanggulangan malaria dilakukan dengan upaya kuratif, preventif , hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah KLB. Untuk mencapai hasil yang optimal upaya preventif dan kuratif tersebut harus dilakukan dengan berkualitas dan komprehensif.
Papua merupakan daerah endemis tinggi malaria yang meimiliki prevalensi malaria 18.4 %, dimana prevalensi malaria nasional 2.58 %. Oleh karena itu kegiatan penemuan penderita malaria sedini mungkin perlu dilakukan untuk memutus penyebaran malaria. Penemuan penderita dilakukan secara pasif dan aktif.5
Penemuan penderita melalui survey-survey, meliputi Mass Fever Survey, Mass Blood Survey, dan lain-lain.
Dikarenakan Papua merupakan daerah endemis tinggi malaria. Karakteristik malaria pada sebagian besar penduduk asli Papua, dan orang yang lahir dan tinggal di Papua adalah malaria asimtomatik atau malaria imun. Sehingga sering terjadi keterlambatan pengobatan karena tingkat severitas malaria yang tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa atau parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.1
Spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia terdiri dari empat plasmodium yang terdiri dari :
Plasmodium falciparum (Malaria Tropika)
Plasmodium vivax (Malaria Tertiana)
Plasmodium ovale (Malaria Tertiana)
Plasmodium malariae (Malaria Quartana) 2
Menurut WHO (2000, 2004), penyakit malaria telah endemis di lebih dari 100 negara atau teritori, Sub Sahara Afrika, Asia, Oceania, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, dan di Karibia. 2
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. Malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain : Lampung, Nusa Tenggara Timurdan Papua. P. Ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.4
                                 Gambar I. Sumber : Color  Atlas of Medical Mikrobiology, Kayser, 2005 Thieme
A. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
  1. 1.     Siklus pada manusia

Siklus ekso-eritrosit
Pada saat nyamuk anopheles inefektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 – 30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya, P malariae 2000, P. Falciparum 30.000).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung kurang 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan- bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
        Gambar II.  Sumber : Harrison’s Principals of Internal Medicine 16th Edition, page 1219.
Siklus eritrositer
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk kedalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-10 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
Gambar III
  1. 2.     Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Aigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodiumnya.
Tabel Karakteristik Spesies Plasmodium Yang Menginfeksi Manusia
                   
 Gambar IV. Sumber : Color  Atlas of Medical Mikrobiology, Kayser, 2005 Thieme, page523.
B. Patogenesis

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekroting factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax \ ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax\ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Gambar V. Sumber : Aldi B. Situngkir MD. Penatalaksanaan Demam Pada Anak, 2007
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah muda yang jumlahnya hanya 2 % dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1 % dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, ovale, dan malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Splenomegali
Limpa merupakan organ retukuloendotelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plamodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi dalam pembuluh darah kapiler yang menyebabkan iskemia jarinngan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya ”rosette” yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sotoadherensi ini diduga juga terjadi proses iminologik yaitu terbentuknya mediato-mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
C. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnosis cepat.
1. Anamnesis
  1. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
    1. Keluhan utama demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
    2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
    3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
    4. Riwayat sakit malaria.
    5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
    6. Riwayat mendapat tranfusi darah.
  1. Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan dibawah ini :
    1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
    2. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk\ berdiri).
    3. Kejang-kejang
    4. Panas sangat tinggi.
    5. Mata atau tubuh kuning.
    6. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
    7. Napas cepat atau sesak napas.
    8. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
    9. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman.
    10. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).
    11. Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
  1. Demam (pengukuran dengan termometer ³ 37.5 oC).
  2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
  3. Pembesaran limpa (splenomegali).
  4. Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
  1. Temperatur rektal ³ 40 oC .
  2. Nadi cepat lemah atau kecil
  3. Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak < 50 mmHg.
  4. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita, anak dibawah 1 tahun > 50 x per menit.
  5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale.(GCS) < 11
  6. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom).
  7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang).
  8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan lain-lain).
  9. Terlihat mata kuning atau ikterik.
  10. Adanya ronki pada kedua paru.
  11. Pembesaran limpa dan atau hepar.
  12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria dengan anuria.
  13. Gejala neurologik (kaku kuduk, regleks patoligik).
          Table 2.  Sumber : Harrison’s Principals of Internal Medicine 16th Edition, page 1219.
3. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskopik
Pemeriksaan sedian darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas atau lapangan atau rumah sakit untuk menentukan :
  1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
  2. Spesies dan stadium plasmodium.
  3. Kepadatan parasit
    1. Semikuantitatif
(-)        = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+)       = Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++)     = Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++)   = Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = Positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
    1. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sedian darah tebal (leukosit) atau sedian darah tipis (eritrosit).
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
  1. Bila pemeriksaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
  2. Bila hasil pemeriksaan sedian darah tebal selama tiga hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosa malaria disingkirkan.
4. Pemeriksaan dengan tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostik Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta survei tertentu.
Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung :
  1. HRP-2 (Histidine Rich Protein 2) yang diproduksi tofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.
  2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual Plasmodium falciparum, vivax, ovale, dan malariae.
Oleh karena teknologi ini baru memasuki industri maka sangat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari alat ini. Dianjurkan untuk mengguanakan rapit test dengan kemampuan minimal 95 %. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.4
Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat :
  1. Hemoglobin dan hematokrit.
  2. Hitung jumlah leukosit, trombosit.
  3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumun globulin, urea, kreatinin dan kalium, analisis gas darah).
  4. EKG.
  5. Foto thoraks.
  6. Analisis cairan cerebrospinal.
  7. Biakan darah dan uji serologi.
  8. Urinalisis.
bar X. Sediaan darah tipis Plasmodium ovale. A. Tropozoit tua, B. Schison dewasa, C. Gametosit jantan, D. Gametosit betina.


Gambar XI. Sediaan darah tebal Plasmodium falciparum. A. Tropozoit, B. Gametosit.

Gambar XIV. Sediaan darah tebal Plasmodium malariae. A. Tropozoit, B. Schizon, C. Gametosit.

Gambar XIII. Sediaan darah tebal Plasmodium ovale. A. Tropozoit, B. Schizon, C. Gametosit.

Gambar XII. Sediaan darah tebal Plasmodium vivax. A. Tropozoit, B. Schizon, C. Gametosit.
D. Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutus rantai penularan.
Semua obat anti malaria tiboleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.4
Pengobatan Malaria
  1. 1.      Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah
Kombinasi ini sebagai pilihan pertama untuk pengobatan malaria falsiparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah.
Gambar XV
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg yang setara dengan 153 mg amodiakuin basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg.
Obat kombinasi ini diberikan secara per-oral selama tiga hari dengan dosis harian sebagai berikut :
  • Amodiakuin basa     =   10 mg/KgBB
  • Artesunat                 =   4 mg/KgBB
Primakuin @ 15 mg diberikan per-oral dengan dosis tunggal 0.75 mg basa /KgBB yang dibrikan pada hari pertama. Primakuin tidak boleh diberikan kepada :
  • Ibu hamil
  • Bayi < 1 tahun
  • Penderita defesiensi G6-PD
Pengobatan efektif apabila sampai pada hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut :
  • Klinis sembuh (sejak hari ke-4).
  • Tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke – 7.
Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat :
  • Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau
  • Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Pengobatan lini kedua malaria falciparum
Diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan : Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
E. Parasitemia Asimtomatis
Respon imun yang spesifik terhadap malaria secara bertahap memberi kontrol terhadap infeksi dan, paparan dengan strain tertentu, memberikan perlindungan terhadap parasitemia dan penyakit tetapi tidak dari infeksi. Sebagai hasilnya dari pernyataan tersebut terjadinya infeksi tanpa sakit (premunition), parasitemia asimtomatik yang sering pada orang dewasa dan anak lebih tua yang tinggal di daerah yang transmisi malarianya intens dan stabil. Imunitas humoral dan imunitas selular adalah penting dalam perlindungan terhadap infeksi malaria, tetapi mekanismenya belum lengkap diketahui sampai saat ini.
Antibodi terhadap berbagai jenis antigen parasit diketahui berperan dalam menghambat replikasi in-vivo parasit tersebut. Pada kasus malaria falciparum, antigen yang paling berperan yaitu varian protein PfEMP1. 3
Perpindahan secara pasif IgG dari orang dewasa yang imun menunjukan penurunan level parasitemia pada anak-anak, dan perpindahan secara pasif dari antibodi maternal memberikan kontribusi yang relative memberikan perlindungan pada bayi dari malaria berat pada bulan pertama kehidupannya. Kompleks imunitas ini memberi perlindungan dan menurun ketika bayi tersebut keluar dari daerah endemis untuk beberapa bulan atau lebih.1
Antibodi diproduksi untuk menghambat masuknya merozoid kedalam eritrosit. 3
Bagian tertentu dari darah adalah bertanggung jawab terhadap peningkatan resistensi natural terhadap infeksi malaria. Sebagai contoh, perkembangan intraeritrositik dari Plasmodium falciparum dihambat pada berbagai macam penyakit hemoglobinopati (HbS, HbE, HbF, Hbc), dan pada G6-PD dan b-thalasemia. Dengan kata lain, orang dengan G6-PD lebih sensitif terhadap antimalaria tertentu (quinine, 8-aminoquinoline). Orang dengan kekurangan antigen Duffy resisten terhadap Plasmodium vivax, tetapi sukseptibel terhadap Plasmodium ovale.4
Minum susu pada sebagian orang (bayi) dapat menghambat perkembangan parasit malaria di sel darah merah karena terjadi pengurangan suplai dari asam p-aminobenzoic (vitamin H1). 3

F. Mass Blood Survey (MBS) Malaria
Adalah suatu survey malaria dengan pemeriksaan sedian darah (SD) tebal yang dilakukan secara aktif di suatu daerah dengan tanpa pengecualian baik itu terhadap orang dengan gejala malaria ataupun tidak ada gejala. Survey ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian kasus lama (karena daerah endemis) dan merupakan skrining untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa malaria. Dan dapat juga dipakai sebagai pemetaan penyebaran penyakit malaria sesuai dengan spesies plasmodiumnya.
Kesimpulan

  • Sebanyak 53,06 % penderita malaria di Distrik Supiori Barat adalah golongan umur 0-10 tahun. Sebanyak 34,65 % golongan umur 0-10 tahun menderita malaria falciparum dan sebanyak 18,37 % golongan umur 0-10 % menderita malaria vivax.
  • Jenis kelamin laki-laki di Distrik Supiori Barat lebih banyak menderita malaria dibandingkan permpuan sebesar 63,27 %. Dan laki-laki di Distrik Supiori Barat lebih banyak menderita malaria falciparum dan malaria vivax  sebesar 36,73 % dan 26,53 %.
  • Desa Masyai memiliki positif malaria yang paling banyak di Distrik Supiori Barat sebesar 22,45 %. Dan desa yang paling banyak positif malaria falciparum adalah Desa Napisndi dan Masyai sebesar masing-masing 14,29 %. Untuk yang positif malaria vivax terbanyak di Desa Waryei sebesar 10,20 %.
  • Yang positif malaria falciparum tidak ada yang mengeluh demam, menggigil dan mual muntah. Sedangkan yang positif malaria vivax banyak mengeluhkan demam sebesar 75 % di Distrik Supiori Barat.
  • Sebanyak 91,84 % di distrik Supiori yang positif malaria dengan asimtomatis. Yang positif malaria falciparum yang asimtomatis sebesar 63,27 % dan yang asimtomatis malaria vivax sebesar 28,57 %.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking